Romeo Rissal P. Alumni Pendidikan yang Menjadi Bankir

Romeo Rissal Panjialam setelah tak Pimpin BI Padang

Usaha di Singapura, Tetap Fokus Syariah

Romeo-Rissal-Pandjialam-bersama-Walikota-Padang-Mahyeldi
Romeo Rissal Bersama Walikota Padang (Sumber: Berita Sumbar)

Tidak banyak yang mengenal bahwa pimpinan Bank Indonesia (BI) Padang, Dr. Romeo Rissal Pandjialam adalah alumni Jurusan Bahasa Inggris FBS UNP (dulu: Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FPBS IKIP Padang). Beliau merupakan teman seangkatan Dra. Rahmah Apen, M.Si., dan Dra. Yenni Kharti Khatib. Kedua rekannya tersebut kembali ke almamater sebagai staf akademik, sementara beliau justru berkiprah dan malang melintang di dunia perbankan, khususnya perbankan syariah. Jadi, jangan berpikir alumni Jurusan (Pendidikan) Bahasa Inggris tidak bisa berkiprah di dunia perbankan.

Berikut sebuah ulasan yang dimuat di Padang Ekspres Berita Ekonomi pada hari Jumat, 29/04/2011. Tulisan ini dimuat kembali Montosori

Mungkin tidak berlebihan bila menyebut Romeo Rissal Panjialam adalah tokoh kebangkitan ekonomi syariah (ES), dan bank syariah (BS). Selama 20 bulan (1 Agustus 2009-30 Mei 2011) menjabat sebagai Pemimpin Bank Indonesia Padang—membawahkan Sumbar, Riau, Kepulauan Riau, Jambi—Romeo intens menyosialisasikan, dan ikut andil secara aktif menyebarluaskan ES dan BS.

Tentu saja tanpa mengabaikan tugasnya sebagai Pemimpin BI Padang. Hampir setiap saat ia ”memprovokasi” bank-bank untuk meningkatkan perhatian pada ekonomi syariah. Ia juga telah membina sejumlah koperasi (kelompok) usaha syariah. Di halaman ”Ekonomi Syariah”—atas komitmen Pimpinan Padang Ekspres Sutan Zaili Asril—yang memang disediakan khusus oleh Padang Ekspres tiap edisi Jumat, Romeo adalah penulis tetap. Terhitung sejak 1 Mei 2011, Romeo memasuki masa pensiun. ”Tapi perhatian dan komitmen saya untuk memajukan ekonomi dan bank syariah, dan Sumatera Barat, tak akan berubah,” tegasnya. Dalam dua kali kesempatan wawancara awal pekan ini, Romeo menjelaskan banyak hal tentang ES dan BS, serta apa kegiatannya setelah tak lagi di BI. Berikut kutipannya.
Apa kegiatan Anda setelah tak lagi di BI?

Ya, masih di usaha keuangan. Saya bersama tiga teman, dari Malaysia, Singapura, dan Hongkong telah memulai usaha fund management di Singapura. Orang-orang itu punya dana, kita mengelola saja. Maa ado pitih awak (mana ada uang kita). Ha ha ha…..
Masih ada hubungan ekonomi syariah dan bank syariah?
Pasti! Melalui perusahaan itu, kami sedang dalam proses pengambilalihan sebuah bank di Jakarta. Bank ini nanti akan bergerak sebagai bank syariah, kami menamakannya Green Banking. Insya Allah, kalau sudah jalan, cabangnya akan didirikan di Sumbar, Makassar (Sulsel), dan sejumlah daerah di Indonesia.

Selama beraktivitas memajukan ekonomi syariah dan bank syariah di Sumbar, apakah hasilnya sudah sesuai dengan harapan Anda?
Ya, paling tidak sudah ada tonggak besarnya. Yakni komitmen yang dilakukan Bank Nagari. Tahun 2012 ini mudah-mudahan Bank Nagari dan Bank Nagari Syariah sudah spin off. Sekarang dalam proses. Saya juga usulkan agar Bank Nagari juga buka cabang di Malaysia, agar bisa juga mengadopsi sistem syariah di Malaysia yang sudah maju.
Kenapa Bank Nagari disebut tonggak besarnya?

Kalau bank-bank lain, swasta atau milik pemerintah, tujuannya adalah mencari keuntungan. Tidak bisa diharapkan. Memang mereka membuka bank syariah di sini. Tapi kalau tidak untung, mereka akan pindahkan ke daerah lain. Lagi pula perkembangan Bank Nagari itu sangat bagus.
Kalau tidak dijaga, tonggak besar ini bisa runtuh. Apa upaya agar tonggak itu menjadi bangunan besar?
Benar! Upaya untuk terus memajukan ekonomi syariah dan bank syariah di Sumbar tak boleh berhenti. Dalam kaitan ini kami juga telah menyiapkan tonggak-tonggak kecil. Ada lima BPR Syariah yang tengah disiapkan.
Cuma, sepertinya untuk memajukan itu tetap harus ada motornya.

Saya pikir Pemimpin Bank Indonesia yang baru tetap akan melanjutkan usaha yang telah kita bangun selama ini. Pak Darmin (Darmin Nasution Gubernur Bank Indonesia), punya perhatian besar terhadap ekonomi dan bank syariah ini. Lagi pula, saya akan tetap bolak-balik Padang-Jakarta-Singapura. Saya akan tetap sering di Padang, membantu memajukan ekonomi syariah dan bank syariah.
Kalau boleh tahu apa sebetulnya cita-cita besar Anda dalam memajukan ekonomi dan bank syariah?
Begini…Saya sangat sedih, ketika ada sebuah bank dengan bangga menyebutkan bawa kredit untuk usaha kecil dan menengah meningkat tajam. Tahu tidak, itu mereka mengisap darah rakyat-rakyat kecil. Sebab, pengusaha kecil dan menengah di Sumbar itu 99 persen bermargin kecil. Ditambah lagi dengan kredit bank.

Kalau dengan sistem syariah?
Inilah bedanya. Saya takjub sekali ada perusahaan teh di dekat Gunung Kerinci yang telah mengadopsi sistem syariah ini secara benar. Ketika harga teh yang mereka ekspor naik, mereka otomatis menaikkan harga pembelian ke masyarakat. Padahal mereka sangat berpeluang memperoleh untung lebih besar. Saya sempat tanya, kenapa? Mereka jawab, usaha ini maju karena masyarakat juga. Makanya untungnya harus dibagi. Ini konsep syariah yang benar. Konsep syariah itu dengan hati…
Bagaimana perkembangan koperasi yang Anda bina?
Alhamdulillah, usaha-usaha itu berkembang. Saya membina usaha peternakan sapi, makanan, dan lainnya. Semuanya pakai konsep syariah. Usaha sapi ada tujuh koperasi. Total jumlah sapinya sudah sekitar 400 sapi.

Bisa dijelaskan bantuan itu.
Awalnya, mesti ada komitmen dari masyarakat yang akan berusaha itu. Buat koperasi. Mereka harus membuktikan dulu bahwa mereka benar-benar ingin berusaha. Misalnya dalam usaha penggemukan sapi. Caranya, mereka harus upayakan dulu sejumlah sapi yang akan menjadi usaha mereka. Dalam dua tahun baru kita bantu. Pertama kita upayakan dari Kementerian Koperasi dan UKM. Lalu melalui bank. Kalau hitung-hitungan dengan bunga, KUPS (Kredit Usaha Penggemukan Sapi), hanya 6 persen setahun. Berarti 3 persen enam bulan, atau per panen. Ini jauh lebih ringan dari KUR (Kredit Usaha Rakyat). Kita bantu tidak itu saja, ada koperasi makanan, petani gambir, dan koperasi lainnya.
Soal UKM bermargin kecil tadi, bagaimana caranya agar meningkatkan marginnya?

Masalah ini telah lama jadi perhatian saya dan teman-teman. Saya rajin keliling daerah. Ternyata kondisinya memprihatinkan. Contohnya, sekarang di Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai. Kebetulan saya baru keliling Pesisir Selatan bersama Bupati Nasrul Abit. Bupati menyatakan ingin membuat mall. Lalu saya bilang, dengan apa masyarakat akan belanja. Cindua sajo diago nyo juo (Cendol saja ditawar juga). Saya usulkan, pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat. Artinya ekonomi masyarakat yang harus ditingkatkan dulu. Saya melihat di Pesisir Selatan itu lahan (sawit) dikuasai oleh pengusaha. Bisa nggak, bupati mengalihkan sebagian kepemilikan lahan itu ke masyarakat. Nanti, biar kita bantu dananya. Bupati setuju. Selain itu, saya juga sempat melihat potensi pembangkit listrik mikrohidro. Ternyata bagus. Tapi saya ingatkan, pengelola atau pemiliknya harus masyarakat. Begitu pula di Mentawai. Ada sekitar 24 ribu hektare lahan dikuasai hanya oleh 4 pengusaha. Lahan itu telantar. Saya bilang, bisa nggak 12 ribu hektare kepemilikan dialihkan ke masyarakat. Soal dananya, biar nanti kita yang bantu. Sekarang saya sedang menunggu, kepastian dari mereka yang mengurus. Tapi saya ingatkan, semua upaya itu harus dilandasi oleh kejujuran.

Kenapa kepemilikan lahan ini yang jadi perhatian Anda?
Saya sudah punya bukti. Selama sumber-sumber ekonomi dikuasai segelintir orang, masyarakat tetap tak akan maju. Daya belinya tak akan meningkat, karena tak ada uang. Kalaupun ada usaha, ya marginnya sangat kecil. Saya selalu mencontohkan apa yang telah kami lakukan di Mandailing Natal (Sumut). Sebelumnya lahan sawit dikuasai oleh beberapa pengusaha. Tapi sekarang, sudah 5.950 KK (kepala keluarga) yang punya 2-3 hektare sawit. Kenapa di Sumbar tidak bisa? Karena kita biarkan, dan kita tidak membantu masyarakat. Saya dan beberapa teman juga akan buat semacam usaha bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat ini.

Ngomong-ngomong, nama Anda sempat masuk bursa calon gubernur Sumbar. Apa masih berminat di politik?
Pada prinsipnya saya siap mengabdi di mana saja. Asalkan tak dibeli. Ada syarat, beli kapal, beli perahu. Jangankan itu, beli biduak saja saya tidak mau. Sebab kalau jabatan dibeli itu sudah bertentangan dengan yang digariskan Allah. Tidak benar.

Oya, acara perpisahan Anda hari ini diadakan di kandang sapi (Bukik Batabuah, Agam), apa yang hendak Anda sampaikan?
Saya hanya tidak ingin perpisahan saya di gedung mewah. Dulu waktu di Medan (saat perpisahan dari Pemimpin BI Medan ke BI Padang), saya mengadakan di lapangan bola. Semua UKM binaan hadir. Mereka menggelar dagangan di lapangan itu. Di Agam nanti, juga ada sejumlah usaha binaan yang akan di-launching. (montosori)

[ Red/Revdi Iwan Syahputra ]

Karier Romeo Rissal

  • Direktur Program Transformasi Bank Indonesia (2002 – 2005)
  • Staf Ahli Gubernur Bank Indonesia (2005 – 2006)
  • Direktur Regional Bank Indonesia Wilayah IX (Sumatra Utara dan Aceh) (2006 – 2009)
  • Direktur Regional Bank Indonesia Wilayah VIII (Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau (2009 – 2011)
  • Presiden Komisaris PT Aplikanusa Lintasarta (2012)
  • Presiden Komisaris PT Trans Arafah Development
  • Penasehat Bisnis PT Transformasi Indonesia Group
  • Penasehat Investasi di beberapa perusahaan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *